HADIS TENTANG AMANAH
I. PENDAHULUAN
Amanah
merupakan salah satu akhlak para rasul yang paling nampak. Nabi Nuh a.s., Nabi
Hud a.s., Nabi Luth a.s., dan Nabi Syuaib
a.s., sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT dalam surat Asy Syu’ara ayat 107 bahwa:
Artinya: “ Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul yang
memegang amanah (yang diutus) kepada kalian. (QS. ASy Syu’ara/26: 107).
Adapun
Rasulullah SAW memiliki sifat al Amin (memegang amanah, terpecaya) di
tengah-tengah kaumnya. Orang-orang memilih beliau sebagai pihak untuk dititipi
berbagai barang. Saat beliau hijrah beliau meminta Ali bin Abi Thalib supaya
mengembalikan barang-barang titipan kepada mereka yang menitipkannya.
Bagaimana kita
bersikap amanah di zaman sekarang ini yang modern dan era globlalisasi meski
banyak tantangan yang harus dihadapi. Untuk itu pemakalah akan menjelaskan
secara gamblang dan sistematis tentang pengertian amanah, hakikat amanah,
bentu-bentuk amanah, khianat dan cara untuk menjadi pengemban amanah tanpa
keluar dari koridor-koridor hukum syar’i dan hadis. Sehingga bisa
menjadi insan yang muttaqin.
II.
HADIS
AMANAH
Sahabat nabi Khudzaifah r.a. menerangkan
dalam hadis yang berbunyi:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ حَدِيْثَيْنِ رَأَيْتُ اَحَدَهُمَا وَأَنَا
أَنْتَظِرُ اْلاَخَرَ.حَدَّثَنَا
أَنَّ اْلأَ مَانَةَ نَزَلَتْ فِيْ جَذْرِ قُلُوْبِ الرِّجَالِ ثُمَّ
عَلِمُوْامِنَ الْقُرْآنِ ثُمَّ عَلِمُوْامِنَ السُّنَّةِ وَ حَدَّثَنَا عَنْ
رَفْعِهَا قَالَ يَنَامُ الرَّجُلُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ اْلأَمَانَةُ مِنْ
قَلْبِهِ فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثْلَ اَثَرِالْوَكْتِ ثُمَّ يَنَامُ النَّوْمَةَ
فَتُقْبَضُ فَيَبْقَى اَثَرُهَا مِثْلَ اْلمَجْلِ كَجَمْرِ دَحْرَجْتَهُ عَلىَ
رِجْلِكَ فَنَفِطَ فَتَرَاهُ مُنْتَبِرًاوَلَيْسَ فِيْهِ سَيْءٌ فَيُصْبِحُ
النَّاسُ يَتَبَا يَعُوْنَ فَلاَيَكَادُ أَحَدٌ يُؤَدِّي اْلأَماَنَةَ فَيُقَالُ
إِنَّ فِيْ بَنِيْ فُلاَنٍ رَجُلاً أَمِيْنًا وَيُقَّالُ لِلرَّجُلِ ماَأَعْقَلَهُ
وَماَ اَظْرَفَهُ وَمَا اَجْلَدَهُ وَمَا فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ
خَرْدَلٍ مِنْ اِيْمَانِ وَلَقَدْ أَتَى عَلَيَّ زَمَانٌ وَمَا أُبَا لِيْ
أَيَّكُمْ بَايَعْتُ لَئِنْ كَانَ مُسْلِمًا رَدَّهُ عَلَيَّ اْلإِسْلاَمُ وَإِنْ
كَانَ نَصْرَانِيًّا رَدَّهُ عَلَيَّ سَاعِيْهِ فَأَمَّا الْيَوْمَ فَمَا كُنْتُ
أُبَا يِعُ إِلاَّ فُلاَنًا وَفُلاَنًا. (اَخْرَجَهُ الْبُخَا رِيُّ فِيْ كِتَابِ
الرِقَاقْ)
Artinya: Dari Khudzaifah berkata, Rasulullah
SAW menyampaikan kepadaku dua hadis, yang satu telah saya ketahui dan yang
satunya lagi masih saya tunggu. Beliau bersabda kepada kami bahwa amanah itu
diletakkan di lubuk hati manusia, lalu mereka mengetahuinya dari Al Qur’an
kemudian mereka ketahui dari al hadis (sunnah). Dan beliau juga menyampaikan
kepada kami tentang akan hilangnya amanah. Beliau bersabda: seseorang tidur
lantas amanah dicabut dari hatinya hingga tinggal bekasnya seperti bekas
titik-titik. Kemudian ia tidur lagi, lalu amanah dicabut hingga tinggal
bekasnya seperti bekas yang terdapat di telapak tangan yang digunakan untuk
bekerja, bagaikan bara yang di letakkan di kakimu, lantas melepuh tetapi tidak
berisi apa-apa. Kemudian mereka melakukan jual beli/transaksi-transaksi tetapi
hampir tidak ada orang yang menunaikan amanah maka orang-orang pun berkata :
sesungguhnya dikalangan Bani Fulan terdapat orang yang bisa dipercayai dan
adapula yang mengatakan kepada seseorang alangkah pandainya, alangkah
cerdasnya, alangkah tabahnya padahal pada hatinya tidak ada iman sedikitpun
walaupun hanya sebiji sawi. Sungguh akan datang padaku suatu zaman dan aku
tidak memperdulikan lagi siapa diantara kamu yang aku baiat, jika ia seorang
muslim hendaklah dikembalikan kepada Islam yang sebenarnya dan juga ia seorang
nasrani maka dia akan dikembalikan kepadaku oleh orang-orang yang
mengusahakannya. Adapun pada hari ini aku tidak membaiat kecuali Fulan bin
Fulan.(HR. Imam Bukhari)[1].
III. PEMBAHASAN
A.
Pengertian Amanah
Amanah
dalam bahasa arab berasal dari kata al Amaanah yang berarti segala yang
diperintah Allah SWT kepada hamba-hambanya[2]. Secara
khusus amanah adalah sikap bertanggung jawab orang yang dititipi barang, harta
atau lainnya dengan mengembalikannya kepada orang yang mempunyai barang atau
harta tersebut.
Sedangkan secara umum amanah sangat luas
sekali. Sehingga menyimpan rahasia, tulus dalam memberikan masukan kepada orang
yang meminta pendapat dan menyampaikan
pesan kepada pihak yang benar atau sesuai dengan permintaan orang yang berpesan
juga termasuk amanah. Maka sifat amanah baik secara umum maupun yang khusus
sangat berhubungan erat dengan sifat-sifat mulia lainnya seperti jujur, sabar,
berani, menjaga kemuliaan diri, memenuhi janji dan adil[3].
B.
Hakikat
Amanah
Hadis
diatas menuturkan tentang diturunkannya dan diangkatnya amanah, salah satu dari
keduanya melihat bahwa sesungguhnya amanah itu kebalikan dari sifat khianat
atau dengan kata lain adalah suatu beban tanggung jawab. Amanah diturunkan
dalam lubuk hati orang-orang, setelah itu orang-orang mengetahui dari Al Qur’an
kemudian dari Sunnah (Hadis) . Bahwasanya amanah itu diberikan kepada
orang-orang menurut fitrahnya, setelah itu dengan melalui usaha dari syariat.
Adapun secara lahir yang dimaksud dengan amanah adalah suatu tanggung jawab
yang telah Allah SWT bebankan kepada terhadap hamba-hambanya dan juga janji
yang telah Allah SWT berikan kepada hambanya, Pengarang kitab Tahrir mengatakan
bahwa yang dikehendaki amanah di bab ini adalah seperti yang terkandung dalam
firman Allah SWT yang berbunyi:
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh. (QS. Al Ahzab/33: 72)
Bahwa tingkah laku atau kondisi manusia yang menyerupai ayat tadi
yaitu suatu beban atau tanggung jawab yang berupa ketaatan dengan tingkah laku
yang ditawarkan. Apabila amanah itu ditawarkan atau ditimpakan kepada langit,
bumi dan gunung-gunung niscaya mereka
enggan untuk menanggungnya karena sangat agung dan beratnya sebuah amanah untuk
menanggungnya. Akan tetapi manusia dengan sifat lemah dan sedikit kemampuannya
mau menanggung amanah tersebut. Sesungguhnya manusia itu termasuk orang-orang
yang mendzolimi dirinya dan amat bodoh tingkahnya sekira dia mau mengemban
beban suatu amanah.
Allah SWT menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunungnya maka
Allah SWT berkata kepada mereka, Apakah kalian mampu menanggung amanah dengan
apa yang ada didalamnya? Allah menjawab: Apabila kamu bisa mengemban dan
menjaga baik amanah maka kalian akan memperoleh balasan yang banyak. Dan ketika
kalian mendurhakai suatu amanah maka kalian akan mendapat siksa yang setimpal,
lalu mereka menjawab: tidak ya Allah, tidak, kami tidak mengharapkan apapun
dari balasan ganjaran maupun siksa karena memuliakan dan takut kepada Agama
Allah SWT[4].
Sejatinya kesanggupan untuk memikul tanggung jawab berat ini
diatas pundak adalah tindakan membahayakan diri sendiri. Karenanya manusia
adalah makhluk yang mendzolimi dirinya sendiri dan jahil, tidak tahu
kemampuannya sendiri. Ini jika dibandingkan dengan besarnya penolakan nafsunya
untuk memikulnya. Namun demikian, jika dia bangkit dengan memikul tanggung
jawab itu, saat dia sampai kepada makrifah yang menyampaikannya kepada penciptaannya,
ketika dia mengambil petunjuk secara langsung dari syariat-Nya dan kala dia sangat
patuh kepada kehendak Rabbnya, petunjuk dan ketaatan yang dengan mudah
dicapai oleh langit, bumi, dan gunung, makhluk-makhluk yang bermakrifah dan
taat kepada penciptaannya tanpa ada penghalang dari dirinya. Ketika manusia
telah sampai kepada derajat ini dan dia sadar,mengerti,beriradah, maka
sungguh dia telah sampai di kedudukan yang mulia, kedudukan istimewa diantara
sekian makhluk Allah SWT[5].
http://multazam-einstein.blogspot.co.id/2013/03/hadis-tentang-amanah.html
0 komentar:
Posting Komentar