1. Ayat Al-Qur’an tentang Toleransi
Surah Al-Kafirun
قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُوْن # لاَ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ #
وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا اَعْبُدُ # وَلاَ أَنَا عَابِدُ مَا
عَبَدْتُمْ # وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا اَعْبُدُ # لَكُمْ دِيْنُكُمْ
وَلِيَ دِيْنِ
Artinya: Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan
aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu,
dan untukkulah, agamaku. (Q.S. al-Kafirun: 1-6).
Ayat ini turun saat orang-orang kafir Quraisy mencari-cari cara untuk
menghentikan dakwah Rasulullah saw.. Setelah mereka gagal membujuk
Rasulullah saw. dengan tahta, wanita, dan harta, maka mereka pun
sekarang hendak membujuknya dengan berkompromi (bertoleransi) untuk
saling menyembah Tuhan satu dengan Tuhan yang lain. Artinya, kaum kafir
Quraisy hendak meminta Rasulullah untuk menyembah Tuhan mereka pada
tahun tertentu dan mereka akan menyembah Allah pada tahun lainnya
(bergantian). Maka ayat ini menjawab ajakan itu dengan menolaknya dengan
tegas, bahwa toleransi yang seperti ini tidaklah tepat.
Kesimpulan:
- Islam tegas untuk hanya menyembah dan patuh pada perintah Allah, tidak akan menyekutukannya dengan lainNya.
- Islam tidak memaksa kaum lain untuk menyembah Allah karena kewajiban
umat Islam hanya menyampaikan dakwah, tidak untuk memaksa masuk Islam.
Yunus 40-41
وَ مِنۡهُمۡ مَّنۡ يُّؤۡمِنُ بِهٖ وَمِنۡهُمۡ مَّنۡ لَّا يُؤۡمِنُ
بِهٖؕ وَرَبُّكَ اَعۡلَمُ بِالۡمُفۡسِدِيۡنَ. وَاِنۡ كَذَّبُوۡكَ فَقُلْ
لِّىۡ عَمَلِىۡ وَلَـكُمۡ عَمَلُكُمۡۚ اَنۡـتُمۡ بَرِيۡٓــُٔوۡنَ مِمَّاۤ
اَعۡمَلُ وَاَنَا بَرِىۡٓءٌ مِّمَّا تَعۡمَلُوۡنَ
Artinya: Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al
Qur’an, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman
kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat
kerusakan. Jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: “Bagiku
pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang
Aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.”
(Q.S. Yunus: 40-41)
Kesimpulan
- Ketika Nabi Muhammad SAW diutus dengan membawa Al-Qur’an, orang-orang Quraisy ada yang beriman dan ada juga yang tidak
- Allah SWT mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan di bumi, yaitu mereka yang musyrik dan berbuat zalim serta aniaya.
- Bentuk toleransi yang ada pada ayat ini adalah jika mendapati
orang-orang yang mendustakan agama Islam, maka umat Islam tidak perlu
marah, namun katakan kepadanya “Atamu amalmu dan atasku amalku karena
setiap amal akan dipertanggungjawabkan.”
Al Kahfi : 29
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ
شَاءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ
بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ
يَشْوِي الْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا
Artinya : Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa
yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan
bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan
jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air
seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang
paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (Q.S. al-Kahfi:
29)
Kesimpulan:
- Ketika Nabi Muhammad SAW diutus dengan membawa Al-Qur’an, orang-orang Quraisy ada yang beriman dan ada juga yang tidak.
- Hidayah ada di Allah, maka tugas umat Islam hanya menyampaikan
dakwah. Jika dakwah diterima ataupun ditolak, maka hal yang musti
dilakukan adalah menyerahkan segala urusan kepadaNya.
- Bentuk toleransi dalam ayat ini adalah tidak memaksakan hidayah atas
seseorang, namun hanya menyampaikan bahwa atas orang-orang yang zalim
(yaitu mengingkari dakwah), maka Allah mengancam atasnya neraka.
Surat Al-Baqarah 256
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ
بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam Sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat Kuat (Islam) yang
tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Ayat ini berkenaan dengan Hushain dari golongan Anshar, suku Bani
Salim bin ‘Auf yang mempunyai dua orang anak yang beragama Nasrani,
sedang ia sendiri seorang Muslim. Ia bertanya kepada Nabi Saw: “Bolehkah
saya paksa kedua anak itu, karena mereka tidak taat kepadaku, dan tetap
ingin beragama Nasrani?.” Allah menjelaskan jawabannya dengan ayat
tersebut bahwa tidak ada paksaan dalam Islam.
Kesimpulan
- Tidak dibenarkan adanya paksaan. Kewajiban kita hanyalah
menyampaikan agama Allah kepada manusia dengan cara yang baik dan penuh
kebijaksanaan serta dengan nasihat-nasihat yang wajar sehingga mereka
masuk agama Islam dengan kesadaran dan kemauan mereka sendiri.
- Apabila kita sudah menyampaikan kepada mereka dengan cara yang
demikian tetapi mereka tidak juga mau beriman itu bukanlah urusan kita
melainkan urusan Allah swt..
- Telah jelas perbedaan antara kebenaran dan kebatilan. Maka
barangsiapa yang mengikuti kebenaran, atasnya kebaikan. Namun jika
mengikuti hawa nafsunya, maka atasnya penyesalan di kemudian hari.
Surat Yunus : 99
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لآمَنَ مَنْ فِي الأرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
Artinya : Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang
yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia
supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya. (QS. Yunus (10)
: 99).
Kesimpulan
Ayat ini menerangkan bahwa jika Allah berkehendak agar seluruh
manusia beriman kepada-Nya, maka hal ini akan terlaksana, karena untuk
yang melakukan yang demikian adalah mudah bagi-Nya. Sesungguhnya,
andaikan Tuhanmu menghendaki untuk tidak menciptakan manusia dalam
keadaan siap menurut fitrahnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan,
dan untuk beriman atau kafir dan dengan pilihannya sendiri dia lebih
suka kepada salah satu diantara perkara-perkara yang mungkin dilakukan,
dengan meninggalkan kebalikannya melalui kehendak dan kemauannya
sendiri, tentu semua itu Allah lakukan. Namun, kebijaksanaan Allah tetap
untuk menciptakan manusia sedemikian rupa, sehingga manusia
mempertimbangkan sendiri dengan pilihannya, apakah akan beriman atau
kafir, sehingga ada sebagian manusia yang beriman dan adapula yang
kafir.
Hadis tentang toleransi
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ اْلأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ
الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata; ditanyakan kepada Rasulullah saw. “Agama
manakah yang paling dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda:
“Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)”
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَحِمَ
اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى.
Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Allah merahmati orang yang
memudahkan ketika menjual dan ketika membeli, dan ketika memutuskan
perkara”.
Wallahu a’lam
https://generasisalaf.wordpress.com/2016/02/15/ayat-ayat-hadits-tentang-toleransi/